Thursday, August 19, 2010

Kitab Pengkotbah: Penyesalan Raja Salomo

Kalau kita membaca kitab Pengkotbah, yang diakui sebagai tulisan-tulisan dari Raja Salomo, mayoritas berisi tentang kesia-siaan di dalam hidup, bahkan pencarian hikmat, yang pada kitab Amsal begitu ditekankan oleh penulis yang sama (Amsal 1:1-7), dianggap sebagai kesia-siaan juga (Pengkotbah 1:12-26). Beberapa orang mulai berpikir, apakah benar dua kitab ini ditulis oleh orang yang sama? Karena isinya benar-benar bertentangan satu sama lain.

Bila dibaca sepintas lalu, isi kitab Pengkotbah benar-benar membuat down; semua perbuatan manusia dan hidupnya adalah sia-sia! Apakah yang sebenarnya hendak disampaikan oleh Raja yang terkenal dengan hikmat dan kemasyurannya ini?

Inti dari kitab ini adalah Raja Salomo menyatakan penyesalan-penyesalannya di masa tuanya, atas hal-hal kedagingan yang dikejarnya semasa muda, sehingga hal-hal indah yang sebenarnya sudah disediakan Tuhan baginya terlewat begitu saja (Pengkotbah 9: 7-10). Ia baru menyadari, ternyata segala sesuatunya pasti berakhir dan apapun yang di luar kemuliaan Tuhan akan lenyap begitu saja, termasuk hikmat dan ilmu pengetahuan, karena apa yang dimiliki manusia selama hidup tidak sempurna (1 Korintus 13:8-9), hal-hal tersebut hanyalah “sarana” dari Tuhan supaya kita dapat melaksanakan dengan baik tugas-tugas yang diberikan olehNya, bukankah mengasihi dan melaksanakan perintahNya dengan sepenuh hati merupakan inti dari hidup itu sendiri?

Raja Salomo merupakan golongan orang-orang pintar, yang bahkan lebih berhikmat dari orang-orang lain pada masa sebelum dan sesudah hidupnya (1 Raja-raja 3: 11-13), tampaknya karena anugrah hikmat yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, ia, seperti kebanyakan orang-orang lain juga, begitu mengejar hikmat dan kebijaksanaan tersebut, bahkan terlalu berlebihan, sehingga kerjanya setiap hari adalah menggali ilmu pengetahuan, membuat banyak buku, sehingga pada akhirnya ia merasa begitu jenuh sendiri (Pengkotbah 12:12). Hal ini benar sia-sia, karena pada akhirnya kemuliaan dan kehormatan untuk dirinya sendirilah yang dicari, bukan lagi untuk pekerjaan Tuhan seperti pada awalnya (1 Raja-raja 3: 9).

Apapun yang kita dapatkan lebih dari Tuhan, termasuk kepintaran, kecantikan, kekayaan dan lainnya, adalah anugerah yang perlu dijaga sepenuhnya di dalam kekudusan. Bila kita mulai mencari-cari hal-hal yang lebih lagi, mungkin bisa dicek kembali; apakah benar ini yang diinginkan Tuhan? Bergunakah ini bagi pekerjaan Tuhan? Atau hanya keiinginan kita pribadi? Perlu diingat ada hal-hal yang tidak berfaedah di dalam hidup, mungkin terlihat baik, tapi pada dasarnya tidak berguna bagi pekerjaan/rencana Tuhan atas hidup kita. FirmanNya-lah yang menjadi tolok ukur bagi benar dan lurusnya jalan hidup seorang manusia (Mazmur 119:105).

Seperti apa yang telah dinasehatkan oleh Raja Salomo kepada generasi sesudahnya; pada akhirnya segala sesuatu kembali kepada Tuhan sebagai pencipta manusia dan segala jalan hidupnya, arahkan pandangan kita kepada Tuhan, dan mintalah petunjuk dariNya, maka itulah hal yang terbaik yang bisa didapatkan seorang manusia, karena segala sesuatu adalah kepunyaanNya, apapun yang kita miliki adalah milikNya, termasuk hidup kita, dan apapun yang kita raih di dunia, yang bersifat daging, akan lenyap begitu saja seiring dengan berjalannya waktu.

Note: Bahkan mungkin juga ia menikahi begitu banyak wanita juga demi kebutuhan politiknya, bukan hanya ketertarikan pada lawan jenis yang sesungguhnya (ia memiliki 700 isteri dan 300 gundik!), melainkan supaya kerajaannya semakin kuat, padahal yang ia lakukan adalah tanpa hikmat dari Tuhan, sehingga wanita-wanita ini malah menjebloskan dia ke dalam penyembahan berhala (1 Raja-raja 11:4).

No comments:

Post a Comment